Senin, 27 Mei 2013

MENCINTAI DENGAN BERSHOLAWAT



Bila bicara, kata katanya bagaikan mutiara. Bila diam, dia menyimpan kesejukan. Bila berjalan, matanya sangat terjaga. BIla berprilaku, dia laksana Al Quran berjalan. Dia bagaikan Malaikat, memberikan cahaya. Cahaya iman. Jejaknya jadi teladan bagi setiap orang. BIla satu kali namanya di sebutkan, beribu doa dan rahmat terlimpah atasnya. Atas wujudnyalah, lahir cinta sejati. Cinta suci yang tak pernah ternodai. 



Seorang pemuda mendapatkan surat dari kekasihnya. Sebelum surat itu dibuka, perangkonya di lepas dan dijilatinya. Lalu dia membalas surat itu dan bercerita kalau perangkonya dia jilati. Karena si pemuda yakin bahwa sewaktu menempel perangko itu pasti memakai ludah kekasihnya. Jadi hitung hitung menelan ludah kekasihnya walaupun sudah kering.

Tak lama berslelang datanglah balasan dari si kekasih. Ia menyatakan terimakasih atas kemurnian cintanya. Tetapi maaf, katanya, yang menempelkan perangko dahulu bukan dia sendiri tetapi tukang becak yang dia titipi untuk mengeposnya. Keruan saja si pemuda nyengir kecut. Itulah orang yang sedang dimabuk cinta.
DI tanah Arab, Majnun yang mencintai Layla, disebut gila. Karena dia datang ke rumah Layla dan menciumi dinding rumah itu sepuas puasnya.

Terhadap cemoohan itu, Majnun menjawabnya dengan puisi:
Aku melewati rumah, rumah Layla
Kucium dinding ini, dinding ini
Tidaklah cinta rumah yang memenuhi hati
Tetapi cinta kepada dia yang tinggal di rumah ini

Sekali lagi, begitulah cinta. Menurut psikolog muslim klasik, Ibnu Qayyim, cinta ditandai dengan perhatian yang aktif pada orang yang kita cintai dan ada kenikmatan menyebut namanya. Ketika menyebut atau mendengar orang menyebut, nama kekasih kita, hati kita bergetar. Tiada yang lebih menyenangkan hati daripada mengingatnya dan menghadirkan kebaikan kebaikannya. JIka ini menguat dalam hati, lisan akan memuji dan menyanjungnya. Seperti itulah orang orang yang mencintai Rasulullah.

Segera setelah Nabi wafat, Bilal tidak mau mengumandangkan azan. Akhirnya, setelah didesak oelh para sahabat, Bilal mau juga. Tetapi masya Allah, ketika sampai pada kata ‘Wa asyhadu anna Muhammad….’ Dia berhenti. Suaranya tersekat di tenggorokan. Dia menangis keras. Nama Muhammad, kekasih yang baru saja kembali ke Rabbul izzati, menggetarkan jantung Bilal. BIlal bukan tidak mau menyebut nama Rasulullah. Baginya, nama Muhammad adalah nama insan yang paling indah. Justru karena cintanya kepada Rasulullah, nama beliau sering diingat, disebut dan dilantunkan.

Berbahagialah orang yang merasa nikmat saat bershalawat. Karena menurut Rasuullah, orang yang paling dekat dengan beliau di hari kiamat adalah orang yang paling banyak bershalawat (HR Tirmidzi).

Cukuplah kita simak nasihat Ibnu Athailah ini: Betapa indahnya hidup ini jika engkau isi dengan taat kepada Allah. Yaitu dengan cara berzikir kepada Allah dan sibuk bershalawat atas Rasulullah pada setiap waktu disertai oleh kalbu yang ikhlas, jiwa yang bening, niat yang baik dan perasaan cinta kepada Rasulullah. “Sesungguhnya Allah beserta para malaikatNya bershalawat atas Nabi. Wahai orang yang beriman, ucapkanlah shalawat dan salam atasnya” (QS Al Azhab 33:56).

Ingin Mimpi bertemu Nabi

Siang itu, dengan wajah muram seorang murid bersimpuh di hadapan syaikhnya. Syaikh, dengan suara berwibawa bertanya, “Apa gerangan yang merisaukanmu?”
“Wahai syaikh, sudah lama saya ingin melihat wajah Rasulullah walau hanya lewat mimpi. Tetapi sampai sekarang keinginan itu belum terkabul juga” jelas is murid.

“Oo..rupanya itu yang engkau inginkan. Tunggu sebentar…” Setelah diam beberapa saat, berkatalah Syaikh:
“Nanti malam, datanglah engkau kemari. Aku mengundangmu makan malam”
Sang murid mengangguk kemudian pulang ke rumahnya. Setelah tiba saatnya, pergilah dia ke rumah Syaikh untuk memenuhi undangannya. Dia merasa heran melihat Syaikh hanya menghidangkan ikan asin.
“Makan, makanlah semua ikan itu. Jangan sisakan sedikitpun!” kata Syaikh kepada muridnya.
Karena tergolong murid taat, dia habiskan seluruh ikan asin yang disuguhkan. Selesai makan, dia merasa kehausan. Dia segera meraih segelas air dingin di hadapannya.

“Letakkan kembali gelas itu!” perintah Syaikh. “Kau tidak boleh minum air itu hingga esok pagi, dan malam ini kau tidur di rumahku!”
Dengan penuh rasa heran, diturutinya perintah Syaikh. Malam itu dia tak bisa tidur. Lehernya serasa tercekik karena kehausan. Dia membolak balikkan badannya hingga akhirnya tertidur karena kelelahan. Apa yang terjadi? Malam itu dia bermimpi minum air sejuk dari sungai, mata air dan sumur. Mimpi itu sangat nyata. Seakan akan benar terjadi padanya.

Begitu bangun paginya, dia langsung menghadap Syaikh.
“Wahai guru, bukannya menlihat Rasulullah, saya malah bermimpi minum air”
Tersenyumlah Syaikh mendengar jawaban muridnya. Dengan bijaksana dia berkata, “Begitulah, makan ikan asin membuatmu amat kehausan sehingga kau hanya memimpikan air sepanjang malam. JIka kau merasakan kehausan semacam itu akan Rasulullah, maka kau akan melihat ketampanannya”

Terisaklah si murid. Dia sadar betapa cintanya kepada Rasulullah hanyalah sebatas kata. Kerinduan sebatas pengakuan.
Kondisi si murid adalah kondisi hati kebanyakan kita semua. Cinta pada dunia menutupi cinta kita pada Nabi. Jujur saja, hati ini tak merasa nikmat saat bershawlawat. Apalagi bergetar. Biasa biasa saja.

Tetapi kita tak perlu berkecil hati. Yang kita ulas diatas adalah shalawat pecinta, sementara kita adalah shalawat pemula. Bagi pemula, Syaikh Muzaffer Ozak (penutur cerita mimpi diatas) berpesan, “Bila kau terus mengulang ulang shalawat dengan ikhlas, hampir pasti akan menjumpai Rasulullah dan siapapu yang melihatnya hampir pasti akan mendapat syafaatnya”

Jadi,melantunkan shalawat bagi pemula laksana menanam benih. Mula mula dalam ucapan, lalu dalam pikiran. Bukankah segala tindakan selalu bermula dari pikiran? Apa yang sedang anda pikirkan saat ini menciptakan kehidupan masa depan anda. Anda menciptakan hidup anda dengan pikirna pikiran anda. Apa yang paling anda pikirkan dan fokuskan adalah apa yang akan muncul dalam hati anda. Apapun yang anda tanam, itulah anda tuai.

“Kau adalah pikiranmu saudaraku! Sisanya adalah tulang dan otot. Jika engkau memikirkan bunga mawar, engkau adalah taman mawar. Jika engkau memikirkan duri, engkau adalah kayu bakar” demikian senandung Jalaluddin Rumi dalam Matsnawi (2:277-8)

Dengan memperbanyak shalawat, kita ingin pikiran kita jadi ‘taman cinta Rasulullah’. Kita ingin tindakan kita memancarkan keharuman akhlak Sang Teladan Segala Zaman.
Para psikolog pun belakangan membuktikan bahwa karakter manusia dapat diubah secara menyeluruh dengan pengulangan kata kata tertentu. Dna hasil yang dicapai melalui kata kata itu ternyata mengagumkan. RMP (repetitive magic power) istilah mereka. “Segala sesuatu yang anda pancarkan lewat pikiran, perasaan, citra mental dan tutur kata anda, akan didatangkan kembali ke dalam kehidupan anda,” tegas Ponder, salah seorang pakar law of attraction.

Maka beruntunglah kita hidup di tanah air ini yagn didalamnya shalawat selalu menyertai tahap tahap kehidupan kita. Saat dilahirkan, bahkan sejak dalam kandungan 7 bulan, dikhitan, dinikahkan, lulus ujian dan ketika meninggal dunia, semua tahapan itu diisi dengan bacaaan shalawat Nabi. Itulah cara orang tua kita dahulu menghidupkan kecintaan kepada Rasulullah dihati kita. Tiada hari tanpa siraman shalawat, agar pohon kerinduan kepada Rasulullah terus tumbuh subur dan menakjudkan orang yang menanamnya.