Tangisan Umar bin Khaththab -radiyallahu ‘anhu-
Bagi Umar bin Khaththab, al-Qur`anul Karim mempunyai kedudukan
tersendiri dalam kehidupannya. Sebab ia masuk ke dalam Islam setelah ia
mendengar lantunan bacaan surat Thaha. Keislamannya membawa kemuliaan
bagi Islam dan kaum muslimin. Berapa banyak riwayat yang telah kita
dengar yang menjelaskan tentang kisah kekuatan dan kesungguhannya dalam
membela agama Allah, kecemburuannya terhadap perkara-perkara yang
diharamkan oleh Allah, kezuhudannya, wara`nya, keadilannya, serta
kerendahan hatinya.
Adapun tentang keadaannya di saat bersama
al-Qur`an tidak ragukan lagi. Beliau adalah seorang laki-laki yang
senantiasa memahami ayat-ayatnya, menangis ketika membacanya, bersegera
untuk membacanya, dan sangat perhatian terhadap bacaan al-Qur`anul
Karim. Inilah sebagian atsar beliau ketika membaca al-Qur`an :
Dari Abdullah bin Syaddad –radhiyallahu `anhu- berkata, “Aku pernah
mendengar isak tangis Umar, padahal ketika itu aku berada di shaf paling
belakang pada shalat shubuh. Ketika itu ia sedang membaca surat :
“Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. (QS. Yusuf: 86)
Dia terus menangis hingga air matanya mengalir di atas kedua selangkangnya.”
Imam An-Nawawi –rahimahullah- berkata, “Dalam riwayat lain disebutkan
bahwa itu terjadi ketika shalat Isya dan itu menunjukkan bahwa Umar bin
al-Khaththab terus mengulang-ulang ayat tersebut.”
Dari Hisyam
bin Husain –radhiyallahu `anhu- ia berkata, “Umar bin al-Khaththab
pernah membaca al-Qur`an dan melewati satu ayat yang membuatnya sangat
ketakutan (dalam beberapa riwayat lain membuatnya menangis
terisak-isak), hingga ia limbung ke tanah dan tidak keluar dari rumahnya
sehari atau dua hari. Maka orang-orang pun mengunjunginya dan menyangka
ia sedang sakit.”
Dari Abi Ma`mar –radhiyallahu `anhu- menuturkan,
“Umar bin al-Khaththab pernah membaca surat Maryam, kemudian ia sujud
seraya berkata dalam sujudnya, “Aku telah bersujud lantas di mana
tangisannya?” Itu ketika beliau membaca ayat :
“…..maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (QS. Maryam: 58)
Umar bin al-Khaththab –radhiyallahu `anhu- senantiasa menghidupkan
al-Qur`an dalam setiap tingkah lakunya dan di mana iapun berada. Beliau
pernah melewati rumahnya seorang pendeta, kemudian beliau memanggilnya,
“Wahai pendeta!, (tatkala pendeta tersebut keluar) Umar memandangnya
dengan penuh keprihatinan dan kemudian menangis.”
“Apa yang menyebabkan engkau menangis wahai Amirul Mukminin?” Tanya pendeta tersebut.
Lalu Umar menjawab, “Aku teringat dengan firman Allah Ta’ala yang berbunyi :
“Bekerja keras lagi kepayahan. Memasuki api yang sangat panas (naar).” (QS. Al-Ghaasyiyah : 3-4)
Wahai Pendeta, ayat inilah yang membuat aku sekarang menangis.
Umar bin al-Khaththab –radhiyallahu `anhu- senantiasa memberi
peringatan dengan al-Qur`an dan menasehati manusia dengan ayat-ayatnya.
Dan pengaruhnya sangat berbekas di dalam hati karena disampaikan oleh
orang yang benar-benar ikhlas (dalam menyampaikannya), dan itu dapat
kita saksikan melalui sebuah kisah yang dinukil oleh Ibnu Katsir
–rahimahullah- ketika beliau menafsirkan awal surat al-Mukmin.
Beliau –rahimahullah- berkata, “Seorang laki-laki pemberani dari Syam
pernah digiring ke hadapan Umar bin al-Khaththab –radhiyallahu `anhu-.
Namun Umar bin al-Khaththab enggan menemuinya, dan bertanya kepada para
shahabatnya, ‘Apa yang telah dilakukan oleh si fulan?’ Mereka semua
menjawab, ‘Ia senantiasa meminum khamr.’ Kemudian Umar bin al-Khaththab
memanggil sekretarisnya seraya berkata, “Tulislah, dari Umar bin
al-Khaththab kepada Fulan bin Fulan, semoga salam sejahtera senantiasa
terlimpahkan kepadamu. Di hadapanmu Aku memuji Allah Yang mengampuni
dosa dan menerima taubat lagi keras hukumanNya; Yang mempunyai karunia.
Tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Hanya kepadaNya-lah
kembali (semua makhluk).”
Kemudian beliau berkata kepada para
shahabatnya, “Berdo`alah kepada Allah untuk saudara kalian, semoga ia
menerima surat (nasehat) ini dengan hati yang tulus dan semoga Allah
Ta’ala mengampuni dosa-dosanya.”
Tatkala surat tersebut sampai
kepada laki-laki itu, iapun segera membaca surat tersebut dan
mengulang-ulang bacaannya. Kemudian laki-laki tersebut berkata,
“Yang mengampuni dosa dan menerima taubat lagi keras hukumanNya; Yang
mempunyai karunia. Tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Hanya
kepadaNya-lah kembali (semua makhluk). (QS. Al-Mukmin : 3).
Allah Ta’ala telah mengingatkanku akan adzabNya yang amat pedih, dan
menjanjikan kepadaku untuk mengampuni dosa-dosaku.” Ia terus
mengulang-ulang kalimat tersebut dalam dirinya hingga kedua matanya
bercucuran dengan air mata. Kemudian ia menghentikan minuman khamrnya
dan memperbaiki keislamannya. Ketika berita tersebut sampai kepada Umar
bin al-Khaththab ia berkata, “Demikianlah, jika kalian melihat saudara
kalian terperosok dalam kehinaan (kemaksiatan) maka ingatkanlah ia
(dengan kitab Allah Ta’ala.-pent.), dan berdo`alah kepada Allah Ta’ala
untuknya semoga Dia mengampuni dosa-dosanya. Dan janganlah kalian
menjadi penolong-penolong syeitan dalam menyesatkannya.”